10 Sikat Positif Orang Jepang
Diposting oleh Hanif NR , Selasa, 28 Agustus 2012 8/28/2012 04:07:00 PM
Sore bloggie, disini saya akan posting tentang 10 Sikat Positif Orang Jepang. Kita memang orang Indonesia, tapi ga ada salahnya kan ngambil sikap positif dari negara lain? :) Oke langsung to the point aja ya! :
1. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa
Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang
adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957
jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan
Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan
sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan
47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang
boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh
5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak
memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk
“yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun
temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke
perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan
pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke
fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb)
yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya.
Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri,
karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang
Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi
di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu
terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma
yang sudah menjadi kesepakatan umum.
3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup
hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak
dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang,
saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja
di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata
sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong
harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup.
Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul
20:00.
4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah
perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan
sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang
berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua
perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang
yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka
latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business)
perusahaan.
5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang
Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian
memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik
membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda
itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh
perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama
puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu.
Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan
jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan
kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya
dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa
mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.
6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang
termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun
dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri,
Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji
ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak
hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu,
bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk
Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi,
maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita. Rentetan bencana terjadi di
tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul
dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi
besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun
berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan
juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana
Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari
bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai
dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di
era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika
menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain.
Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik
bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai
diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini
7. Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang
dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik
anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli
duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk
membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar)
untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran
Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat
minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik
pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh
kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris,
perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku
asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute
penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya
terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak
buku asingnya diterbitkan.
8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu
mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik.
Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau
kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi
kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata
kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok
mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1
orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika,
hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang
professor Jepang yang berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering
disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan
strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.
9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk
mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede sempat merasakan masuk TK
(Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti,
bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan
sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap
anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab
terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah
hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen
seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time
untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang,
mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di
bulan berikutnya.
10. Jaga Tradisi
Perkembangan teknologi dan ekonomi,
tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya
perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup
sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang.
Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki ,
maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Sampai saat ini orang Jepang relatif
menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang
lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang
karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan
tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena
masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan
langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya
tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang
signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih
bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang
tertinggi di dunia.
Bukan tentang seberapa kaya dan tingginya jabatan orang tua mu, tapi tentang usaha mu sekarang agar bisa melebihi beliau di masa depan -hnf
Semoga bermanfaat dan kalau berkenan tinggalkan komen ya
Terimakasih sudah berkunjung :D
Posting Komentar